Jumat, 19 Oktober 2012

Kamar Mandi Di SMPN 06 JEMBER


 

kamar mandi SMP 6 terutama kamar mandi cewek yang terletak di sebelah barat kopsis adalah tempat para siswa perempuan untuk melakukan berbagai macam kegiatan misal, buang air kecil, ganti baju, tempat untuk cuci tangan dll. tapi, di sisi lain saya melihat disana terdapat berbagai macam coretan ditembok dan berbagai macam pula tulisannya. apalagi kata-katanya itu adalah kata-kata jorok. apakah itu yang dinamakan siswa? mereka yang tidak mematuhi tata tertib sekolah, mereka yang tidak punya aturan. ini masih belum ke dalamnya. kamar mandinya memang ada 3. tapi yang bisa digunakan ada 1, itupun juga belum memenuhi kriteria kamar mandi bersih.karena, salah satu kamar mandinya bau, tidak ada sabunnya dan kotor pula. banyak yang bilang SMP 6 itu sekolah berstandar nasional. tapi, kalau kamar mandinya kotor, apa masih bisa SMP 6 itu disebut SSN ? mungkin ini masih dianggap permasalahan sepele. saya cukup prihatin melihat SMP 6 dengan berbagai permasalahannya. Harapan saya, saya ingin semua warga SMP 6 itu sadar bahwa kebersihan itu sebagaian dari iman :) sekian opini dari saya, maaf kalau kata-katanya sedikit menyinggung :)

Rabu, 17 Oktober 2012

Lirik Lagu Armada Mabuk Cinta

Bayangkan bila harimu penuh warna
Itulah yang saat ini ku rasakan
*courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
Dia membuat tidurku tak nyenyak
Dia membuat makanku tak nyenyak
Ku terpikat pada kehangatan
Yang selalu dia berikan
Ku rasa ku sedang dimabuk cinta
Nikmatnya kini ku dimabuk cinta, dimabuk cinta
Bayangkan bila harimu penuh warna
Itulah yang saat ini ku rasakan
Dia membuat tidurku tak nyenyak
Dia membuat makanku tak nyenyak
Ku terpikat pada kehangatan
Yang selalu dia berikan
Ku rasa ku sedang dimabuk cinta
Nikmatnya kini ku dimabuk cinta
Ku rasa ku sedang dimabuk cinta
Ku rasa ku sedang dimabuk cinta
Nikmatnya kini ku dimabuk cinta
Dimabuk cinta, dimabuk cinta, dimabuk cinta

Kata Mutiara

Anda Bisa Menunda Untuk Berubah Karena Banyaknya Urusan. Tapi Hidup Tidak Pernah Menunda Urusannya Untuk Menunggu Anda Berubah.
Sebuah rencana yang hebat dapat gagal hanya karena kurangnya kesabaran.

Rabu, 10 Oktober 2012

MY PROFIL


nama lengkap kku adalah miati widianningsih. saya biasanya di panggil mia.aku bersekolah di SMPN 06 JEMBER.hobi saya senang menulis,bersepeda,jalan-jalan almat rumah saya di jalan imam bonjol gg.07 kaliwates.saya suka bercanda,jail.hal-hal yang menyenangkan.menurut sya, saya ini orangnya humoris,jail,kadang menyebalkan. pengalaman saya bersekolah di SMPN 06 JEMBER sangat baik karena saya bisa merasakan banyak hal yang baik dan bermanfaat seperti tertawa bersama dengan teman-teman,sedih,dan banyak hal yang lainnya.dan guru di SMPN 06 JEMBER sangat baik meskipun ada guru yang saya tidak sukai.tetapi saya sngat bersyukur karena saya bisa di terima di SMPN 06 JEMBER.

banyak siswa yang keluar saat jam pelajaran

banyak siswa yang keluar saat jam pelajaran ini menunjukan kurang tertib nya siswa smp 6 jember atau espana mungkin karena para guru kurang tegas dalam mengatur siswanya. ini terjadi oleh kurang nya ketertiban siswa.

Selasa, 09 Oktober 2012

Artikel Tentang Buah Kiwi

 

Buah kiwi Kiwi adalah sejenis buah beri dengan kelompok kultivar dari kayu pohon anggur Actinidia deliciosa dan hibrida antara ini dan spesies pada genus Actinidia. Actinidia asli berasal dari Shaanxi, Cina. Buah kiwi yang normal berbentuk oval, kira-kira sebesar telur ayam (5–8 cm / 2–3 in dan diameter 4.5–5.5 cm / 1¾–2 ). Buah ini kaya serat, kulit berwarna hijau-kecokelatan dan daging buah berwarna hijau terang atau keemasan dengan biji kecil, hitam, dan bisa dimakan. Tekstur buah ini sangat halus dan rasanya yang unik, saat ini buah kiwi sudah ditanam di berbagai negara. Buah ini awalnya bernama Gosberi Cina, buah ini dinamai kembali dengan alasan ekspor marketing pada tahun 1950-an, menjadi melonette, kemudian kiwi. Nama buah ini berasal dari kiwi — burung yang tak bisa terbang dari Selandia Baru. Khasiat Mengandung Antioksidan Dr. Marlyn Glenville, mantan Presiden Food and Health Forum (Bahasa Indonesia: Forum Kesehatan dan Makanan), mengatakan bahwa kulit buah kiwi yang berambut mengandung antioksidan yang tinggi. Kulit buah kiwi mengandung antioksidan tiga kali lebih banyak daripada dagingnya.[1] Manfaat dari kandungan antioksidan yang tingi, antara lain: • antikanker; • antiperadangan; • antialergen; • melawan bakteri: Staphylococcus dan E-coli, yang membuat manusia keracunan makanan. Obat Hipertensi Dalam pertemuan American Heart Association[2] (Bahasa Indonesia: Asosiasi Jantung Amerika) di Orlando, Amerika Serikat, dipublikasikan hasil penelitian tentang khasiat buah kiwi yang dapat dengan efektif menurunkan hipertensi. Penelitian yang dilakukan oleh Mette Svendsen dari Universitas Rumah Sakit Oslo (Bahasa Inggris: Oslo University Hospital), Norwegia, menyebutkan konsumsi kiwi tiga kali dalam sehari cukup efektif menurunkan hipertensi. Penelitian tersebut dilakukan selama 8 minggu terhadap 118 orang berusia 55 tahun dan menderita hipertensi sedang. Para responden dibagi ke dalam dua kelompok, pertama adalah yang mengonsumsi tiga buah kiwi setiap hari dan sisanya mengonsumsi makanan yang mengandung apel satu kali dalam sehari. Setelah 8 minggu, para peneliti menemukan nilai tekanan sistolik (angka tekanan darah sebelah atas) para partisipan lebih rendah 3,6 milimeter dibanding dengan partisipan yang mengonsumsi apel. Walau kelompok pemakan kiwi memiliki tekanan darah lebih rendah, namun para peneliti belum mengetahui apakah penyebab utamanya. Hal ini baru bisa dikonfirmasi dengan penelitian yang lebih luas. Kiwi adalah sejenis buah beri dengan kelompok kultivar dari kayu pohon anggur Actinidia deliciosa dan hibrida antara ini dan spesies pada genus Actinidia. Actinidia asli berasal dari Shaanxi, Cina. Buah kiwi yang normal berbentuk oval, kira-kira sebesar telur ayam (5–8 cm / 2–3 in dan diameter 4.5–5.5 cm / 1¾–2 ). Buah ini kaya serat, kulit berwarna hijau-kecokelatan dan daging buah berwarna hijau terang atau keemasan dengan biji kecil, hitam, dan bisa dimakan. Tekstur buah ini sangat halus dan rasanya yang unik, saat ini buah kiwi sudah ditanam di berbagai negara. Buah ini awalnya bernama Gosberi Cina, buah ini dinamai kembali dengan alasan ekspor marketing pada tahun 1950-an, menjadi melonette, kemudian kiwi. Nama buah ini berasal dari kiwi — burung yang tak bisa terbang dari Selandia Baru. Manfaat Buah Kiwi Bagi Kesehatan Pernahkah anda mendengar manfaat buah kiwi bagi kesehatan? Memang buah super yang kaya akan antioksidan, vitamin C, dan serat ini baik untuk memperlancar pencernaan anda. Akan tetapi masih ada banyak sekali manfaat buah kiwi yang lainnya yang mungkin saja belum anda ketahui. Berikut ini adalah beberapa khasiat dari buah yang bernama latin actinidia deliciosa ini. Manfaat Buah Kiwi Bagi Kesehatan Pada tahun 2010, sebuah penelitian ilmiah menunjukkan bahwa buah kiwi dapat membantu tubuh dalam mencerna protein yang terdapat pada makanan yang kita konsumsi Hal ini dikarenakan komponen utama dari buah kiwi adalah enzim proteolitik yang disebut actinidin. Enzim ini mampu memecah protein menjadi asam amino. Meningkatkan Fungsi usus Bagi Penderita IBS Sindrom iritasi usus atau lebih dikenal dengan sebutan IBS merupakan gangguan umum yang terjadi pada sistem pencernaan. Gejala awal pernyakit ini biasanya ditandai dengan nyeri perut, sembelit, dan diare. Pada sebuah penelitian sebanyak 41 orang pasien IBS Mereka yang mengkonsumsi buah kiwi frekuensi buang air besar mereka meningkat secara signifikan. Membantu Meredakan Sembelit Berdasarkan hasil penelitian pada pasien sembelit di China mengungkap fakta bahwa buah kiwi mampu meningkatkan gerakan usus secara spontan. Penelitian tersebut berhasil membantu para penderita sembelit yang kebanyakan adalah para usia lanjut

Selasa, 02 Oktober 2012

Kasih Sepanjang Jalan


Di stasiun kereta api bawah tanah Tokyo, aku merapatkan mantel wnl tebalku erat-erat. Pukul 5 pagi. Musim dingin yang hebat. Udara terasa beku mengigit. Januari ini memang terasa lebih dingin dari tahun-tahun sebelumnya. Di luar salju masih turun dengan lebat sejak kemarin. Tokyo tahun ini terselimuti salju tebal, memutihkan segenap pemandangan.
Stasiun yang selalu ramai ini agak sepi karena hari masih pagi. Ada seorang kakek tua di ujung kursi, melenggut menahan kantuk. Aku melangkah perlahan ke arah mesin minuman. Sesaat setelah sekeping uang logam aku masukkan, sekaleng capucino hangat berpindah ke tanganku. Kopi itu sejenak menghangatkan tubuhku, tapi tak lama karena ketika tanganku menyentuh kartu pos di saku mantel, kembali aku berdebar.
Tiga hari yang lalu kartu pos ini tiba di apartemenku. Tidak banyak beritanya, hanya sebuah pesan singkat yang dikirim adikku, "Ibu sakit keras dan ingin sekali bertemu kakak. Kalau kakak tidak ingin menyesal, pulanglah meski sebentar, kakc". Aku mengeluh perlahan membuang sesal yang bertumpuk di dada. Kartu pos ini dikirim Asih setelah beberapa kali ia menelponku tapi aku tak begitu menggubris ceritanya. Mungkin ia bosan, hingga akhirnya hanya kartu ini yang dikirimnya. Ah, waktu seperti bergerak lamban, aku ingin segera tiba di rumah, tiba-tiba rinduku pada ibu tak tertahan. Tuhan, beri aku waktu, aku tak ingin menyesalc
Sebenarnya aku sendiri masih tak punya waktu untuk pulang. Kesibukanku bekerja di sebuah perusahaan swasta di kawasan Yokohama, ditambah lagi mengurus dua puteri remajaku, membuat aku seperti tenggelam dalam kesibukan di negeri sakura ini. Inipun aku pulang setelah kemarin menyelesaikan sedikit urusan pekerjaan di Tokyo. Lagi-lagi urusan pekerjaan.
Sudah hampir dua puluh tahun aku menetap di Jepang. Tepatnya sejak aku menikah dengan Emura, pria Jepang yang aku kenal di Yogyakarta, kota kelahiranku. Pada saat itu Emura sendiri memang sedang di Yogya dalam rangka urusan kerjanya. Setahun setelah perkenalan itu, kami menikah.
Masih tergambar jelas dalam ingatanku wajah ibu yang menjadi murung ketika aku mengungkapkan rencana pernikahan itu. Ibu meragukan kebahagiaanku kelak menikah dengan pria asing ini. Karena tentu saja begitu banyak perbedaan budaya yang ada diantara kami, dan tentu saja ibu sedih karena aku harus berpisah dengan keluarga untuk mengikuti Emura. Saat itu aku berkeras dan tak terlalu menggubris kekhawatiran ibu.
Pada akhirnya memang benar kata ibu, tidak mudah menjadi istri orang asing. Di awal pernikahan begitu banyak pengorbanan yang harus aku keluarkan dalam rangka adaptasi, demi keutuhan rumah tangga. Hampir saja biduk rumah tangga tak bisa kami pertahankan. Ketika semua hampir karam, Ibu banyak membantu kami dengan nasehat-nasehatnya. Akhirnya kami memang bisa sejalan. Emura juga pada dasarnya baik dan penyayang, tidak banyak tuntutan.
Namun ada satu kecemasan ibu yang tak terelakkan, perpisahan. Sejak menikah aku mengikuti Emura ke negaranya. Aku sendiri memang sangat kesepian diawal masa jauh dari keluarga, terutama ibu, tapi kesibukan mengurus rumah tangga mengalihkan perasaanku. Ketika anak-anak beranjak remaja, aku juga mulai bekerja untuk membunuh waktu.
Aku tersentak ketika mendengar pemberitahuan kereta Narita Expres yang aku tunggu akan segera tiba. Waktu seperti terus memburu, sementara dingin semakin membuatku menggigil. Sesaat setelah melompat ke dalam kereta aku bernafas lega. Udara hangat dalam kereta mencairkan sedikit kedinginanku. Tidak semua kursi terisi di kereta ini dan hampir semua penumpang terlihat tidur. Setelah menemukan nomor kursi dan melonggarkan ikatan syal tebal yang melilit di leher, aku merebahkan tubuh yang penat dan berharap bisa tidur sejenak seperti mereka. Tapi ternyata tidak, kenangan masa lalu yang terputus tadi mendadak kembali berputar dalam ingatanku.
Ibu..ya betapa kusadari kini sudah hampir empat tahun aku tak bertemu dengannya. Di tengah kesibukan, waktu terasa cepat sekali berputar. Terakhir ketika aku pulang menemani puteriku, Rikako dan Yuka, liburan musim panas. Hanya dua minggu di sana, itupun aku masih disibukkan dengan urusan kantor yang cabangnya ada di Jakarta. Selama ini aku pikir ibu cukup bahagia dengan uang kiriman ku yang teratur setiap bulan. Selama ini aku pikir materi cukup untuk menggantikan semuanya. Mendadak mataku terasa panas, ada perih yang menyesakkan dadaku. "Aku pulang bu, maafkan keteledoranku selama inic" bisikku perlahan.
Cahaya matahari pagi meremang. Kereta api yang melesat cepat seperti peluru ini masih terasa lamban untukku. Betapa masih jauh jarak yang terentang. Aku menatap ke luar. Salju yang masih saja turun menghalangi pandanganku. Tumpukan salju memutihkan segenap penjuru. Tiba-tiba aku teringat Yuka puteri sulungku yang duduk di bangku SMA kelas dua. Bisa dikatakan ia tak berbeda dengan remaja lainnya di Jepang ini. Meski tak terjerumus sepenuhnya pada kehidupan bebas remaja kota besar, tapi Yuka sangat ekspresif dan semaunya. Tak jarang kami berbeda pendapat tentang banyak hal, tentang norma-norma pergaulan atau bagaimana sopan santun terhadap orang tua.
Aku sering protes kalau Yuka pergi lama dengan teman-temannya tanpa idzin padaku atau papanya. Karena aku dibuat menderita dan gelisah tak karuan dibuatnya. Terus terang kehidupan remaja Jepang yang kian bebas membuatku khawatir sekali. Tapi menurut Yuka hal itu biasa, pamit atau selalu lapor padaku dimana dia berada, menurutnya membuat ia stres saja. Ia ingin aku mempercayainya dan memberikan kebebasan padanya. Menurutnya ia akan menjaga diri dengan sebaik-baiknya. Untuk menghindari pertengkaran semakin hebat, aku mengalah meski akhirnya sering memendam gelisah.
Riko juga begitu, sering ia tak menggubris nasehatku, asyik dengan urusan sekolah dan teman-temannya. Papanya tak banyak komentar. Dia sempat bilang mungkin itu karena kesalahanku juga yang kurang menyediakan waktu buat mereka karena kesibukan bekerja. Mereka jadi seperti tidak membutuhkan mamanya. Tapi aku berdalih justru aku bekerja karena sepi di rumah akibat anak-anak yang berangkat dewasa dan jarang di rumah. Dulupun aku bekerja ketika si bungsu Riko telah menamatkan SD nya. Namun memang dalam hati ku akui, aku kurang bisa membagi waktu antara kerja dan keluarga.
Melihat anak-anak yang cenderung semaunya, aku frustasi juga, tapi akhirnya aku alihkan dengan semakin menenggelamkan diri dalam kesibukan kerja. Aku jadi teringat masa remajaku. Betapa ku ingat kini, diantara ke lima anak ibu, hanya aku yang paling sering tidak mengikuti anjurannya. Aku menyesal. Sekarang aku bisa merasakan bagaimana perasaan ibu ketika aku mengabaikan kata-katanya, tentu sama dengan sedih yang aku rasakan ketika Yuka jatau Riko juga sering mengabaikanku. Sekarang aku menyadari dan menyesali semuanya. Tentu sikap kedua puteri ku adalah peringatan yang Allah berikan atas keteledoranku dimasa lalu. Aku ingin mencium tangan ibu....
Di luar salju semakin tebal, semakin aku tak bisa melihat pemandangan, semua menjadi kabur tersaput butiran salju yang putih. Juga semakin kabur oleh rinai air mataku. Tergambar lagi dalam benakku, saat setiap sore ibu mengingatkan kami kalau tidak pergi mengaji ke surau. Ibu sendiri sangat taat beribadah. Melihat ibu khusu' tahajud di tengah malam atau berkali-kali mengkhatamkan alqur'an adalah pemandangan biasa buatku. Ah..teringat ibu semakin tak tahan aku menanggung rindu. Entah sudah berapa kali kutengok arloji dipergelangan tangan.
Akhirnya setelah menyelesaikan semua urusan boarding-pass di bandara Narita, aku harus bersabar lagi di pesawat. Tujuh jam perjalanan bukan waktu yang sebentar buat yang sedang memburu waktu seperti aku. Senyum ibu seperti terus mengikutiku. Syukurlah, Window-seat, no smoking area, membuat aku sedikit bernafas lega, paling tidak untuk menutupi kegelisahanku pada penumpang lain dan untuk berdzikir menghapus sesak yang memenuhi dada. Melayang-layang di atas samudera fasifik sambil berdzikir memohon ampunan-Nya membuat aku sedikit tenang. Gumpalan awan putih di luar seperti gumpalan-gumpalan rindu pada ibu.
Yogya belum banyak berubah. Semuanya masih seperti dulu ketika terakhir aku meninggalkannya. Kembali ke Yogya seperti kembali ke masa lalu. Kota ini memendam semua kenanganku. Melewati jalan-jalan yang dulu selalu aku lalui, seperti menarikku ke masa-masa silam itu. Kota ini telah membesarkanku, maka tak terbilang banyaknya kenangan didalamnya. Terutama kenangan-kenangan manis bersama ibu yang selalu mewarnai semua hari-hariku. Teringat itu, semakin tak sabar aku untuk bertemu ibu.
Rumah berhalaman besar itu seperti tidak lapuk dimakan waktu, rasanya masih seperti ketika aku kecil dan berlari-lari diantara tanaman-tanaman itu, tentu karena selama ini ibu rajin merawatnya. Namun ada satu yang berubah, ibu...
Wajah ibu masih teduh dan bijak seperti dulu, meski usia telah senja tapi ibu tidak terlihat tua, hanya saja ibu terbaring lemah tidak berdaya, tidak sesegar biasanya. Aku berlutut disisi pembaringannya, "Ibu...Rini datang, bu..", gemetar bibirku memanggilnya. Ku raih tangan ibu perlahan dan mendekapnya didadaku. Ketika kucium tangannya, butiran air mataku membasahinya. Perlahan mata ibu terbuka dan senyum ibu, senyum yang aku rindu itu, mengukir di wajahnya. Setelah itu entah berapa lama kami berpelukan melepas rindu. Ibu mengusap rambutku, pipinya basah oleh air mata. Dari matanya aku tahu ibu juga menyimpan derita yang sama, rindu pada anaknya yang telah sekian lama tidak berjumpa. "Maafkan Rini, Bu.." ucapku berkali-kali, betapa kini aku menyadari semua kekeliruanku selama ini.
***